SINDOnews Surat Yunus ayat 40 -41 adalah ayat yang mengajarkan untuk menjauhi tindak kekerasan. Dua ayat ini merupakan bukti keindahan Islam dalam menyikapi orang yang tak beriman. Di sisi lain, ada empat poin penting dalam ayat ini yakni realitas keberimanan, pembuat kerusakan, konsekuensi amal dan menyikapi perbedaan tanpa kekerasan.
AKHIR-akhir ini, kita menyaksikan tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak sering terjadi. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual UU TPKS diharapkan membuat orang menahan diri untuk melakukan kekerasan seksual. Ternyata tidak. Hampir setiap minggu diberitakan ada tindak kekerasan terhadap perempuan atau anak-anak. Tindakan kejam itu terjadi di berbagai kota, dilakukan oleh orang dengan berbagai latar belakang, termasuk mereka yang memiliki status sosial tinggi di Tahunan Komnas Perempuan menyebutkan bahwa kekerasan seksual yang dilaporkan mencapai kasus selama 2022. Juga terjadi kasus kekerasan seksual berbasis elektronik KSBE, di antaranya penyebaran video porno untuk tujuan mempermalukan seseorang. Masih tingginya TPKS diduga karena peraturan pelaksanaan dari UU TPKS itu belum ada, walaupun sudah ada perintah Kapolri pada 28 Juni 2022, agar aparat kepolisian langsung menggunakan UU TPKS, yang sebulan sebelumnya diundangkan. Awal Juni 2023, pemerintah sudah hampir selesai menyusun peraturan-peraturan UU TPKS. Ada tiga peraturan pemerintah PP dan empat peraturan presiden Perpres, yang merupakan pemadatan dari 10 peraturan yang disebutkan dalam UU TPKS. Ketiga PP tersebut adalah tentang 1 Dana Bantuan Korban TPKS; 2 Pencegahan TPKS serta Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan Korban TPKS; dan 3 Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan TPKS. Sedangkan keempat Perpres adalah tentang 1 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak di Pusat;2 Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum, Tenaga Layanan Pemerintah, dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat;3 Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak UPTD PPA; dan 4 Kebijakan Nasional Pemberantasan adanya PP dan Perpres tersebut seharusnya tidak akan ada lagi kendala dalam mengimplementasi UU TPKS. Pekerjaan selanjutnya adalah memastikan bahwa pencegahan tindak kekerasan berlangsung seperti yang diharapkan. Sosialisasi masif Jika sudah disahkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kemen. PPPA perlu segera mensosialisasikan semua peraturan TPKS kepada masyarakat. Targetnya setiap orang mengetahui keberadaan UU TPKS tersebut, termasuk paham akan risiko yang akan diterima jika terbukti melakukan kekerasan seksual, khususnya terhadap perempuan atau anak. Resiko tersebut meliputi pidana penjara dan pidana denda, serta sanksi sosial dari masyarakat. Dapat dibayangkan Menteri PPPA dan staf pada beberapa bulan ke depan ini akan sibuk memaparkan peraturan tentang TPKS. Media massa, cetak maupun televisi, akan ramai mengulas UU-TPKS dan peraturan pelaksanaannya. Media sosial, forum diskusi dan webinar akan membahas tuntas, menjawab pertanyaan dan menampung saran dari masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah kabupaten dan kota perlu segera menyusun peraturan daerah perda tentang pencegahan TPKS, dan kemudian membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak UPTD PPA. UPTD PPA ini akan bertugas melakukan pemantauan untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan hingga ke permukiman warga, setidaknya tingkat RW. Pemda perlu mempublikasikan nomor telepon dan WA untuk pelaporan ancaman tindak kekerasan yang dapat diakses 24 jam penuh setiap hari.

kekerasan Tentu saja kekerasan bukanlah hal yang istimewa pada dunia moderen sekarang ini. Sejarah manusia telah memberikan kesaksian tentang adanya kekerasan selama berabad-abad. Kekerasan ditemukan dalam masyarakat primitif dan dalam masyarakat yang beradab. Haryatmoko7 yang mengutip P. Lardellier (2003) dan S. Jehel (2003) menyatakan

Pertanyan untuk mendeteksi kekerasan pada pasangan Belakangan ini santer pemberitaan tentang kekerasan dalam hubungan. Hal ini memang bisa menimpa siapa saja meski hubungan sudah berlangsung lama, sudah saling mencintai, bahkan saling mengenal keluarga sekali pun. Bentuknya bisa berupa verbal dan nonverbal, seperti penghinaan, pelecehan, hingga penanganan fisik, misalnya memukul, mencekik, dan membanting. Melansir dari Psychology Today, orang yang melakukan kekerasan pada pasangannya biasanya karena memiliki rasa ketergantungan yang berlebihan, sulit percaya dengan pasangannya, dan merasa berhak mengatur pasangan sepenuhnya. Munculnya kekerasan dalam hubungan semacam ini umumnya ditandai dengan perilaku seseorang yang sebenarnya bisa terlihat dari komunikasi sehari-hari, lo. Hal semacam ini sering disebut juga dengan istilah red flag atau kumpulan perilaku seseorang yang berpotensi menyebabkan hubungan jadi nggak sehat. Lalu, apakah hal ini bisa terdeteksi dini, bahkan sebelum menjalin hubungan pacaran?Mengingat pentingnya antisipasi kekerasan dalam suatu hubungan, Skuat by Hipwee mencoba memahami lebih dalam mengenai tanda-tanda seseorang yang memiliki perilaku kasar dan berpotensi melakukan kekerasan pada bisa mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui apakah si dia berpotensi melakukan kekerasan padamu atau nggak. Bahkan, pertanyaan ini bisa kamu ajukan sebelum menjalin hubungan pacaran. Yuk pahami lebih dalam!1. Ketahui apakah dia punya sikap dominan terhadap pasangan atau nggak melalui pertanyaan soal sikap saling menghormati dalam suatu hubunganKetahui gimana dia ingin dihormati sebagai pasangan Credit by Mart Production on Pexels “Seperti apa seharusnya seseorang menghormati pasangannya?”Sikap menghormati merupakan salah satu cara menghargai pasangan yang wajar dan sah-sah saja dilakukan. Misalnya saja, menjaga perasaan pasangan, menghargai prinsip-prinsipnya, dan berdiskusi tentang keputusan bersama. Namun, jika menghormati yang dia inginkan adalah rasa takut dari pasangan terhadap dirinya, maka kamu perlu ingin dihormati dengan cara dipatuhi semua aturan dan keinginannya, serta ditakuti oleh pasangan karena merasa lebih baik dan paling benar membuat seseorang mudah mengancam atau memberikan tekanan pada pasangan. Melansir dari Psychology Today, munurut pakar hubungan Steven Stosny, rasa dominan atau perilaku superior menjadi tanda bahwa seseorang bisa bersikap kasar. Hal ini menjadi tanda bahwa dia berpotensi melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal jika kamu nggak patuh dan menunjukan sikap nggak takut Coba tanyakan tentang pengandaian jika suatu saat kamu dan dia beda pendapat. Ketahui bagaimana sikapnya melalui pertanyaan tentang solusi yang dia anggap tepat“Bagaimana cara paling tepat untuk memecahkan masalah kalau kita beda pendapat?”Pertanyaan pengandaian seperti ini bisa memberimu gambaran jika suatu saat kamu menghadapi masalah serupa. Bagaimanapun, perbedaan pendapat dalam suatu hubungan kadang memang nggak bisa dihindari. Pasangan yang baik akan menganggap berdiskusi dan membuat keputusan bersama tanpa memaksa sebagai cara pemecahan masalah paling tepat ketika ada perbedaan ini juga membuatmu mengetahui apakah dia punya perilaku otoriter atau nggak. Jika dia ingin kamu harus mengikuti pendapatnya karena merasa paling benar dan mengatur semua keputusan yang harusnya diambil bersama, maka dia bisa jadi termasuk otoriter dan berpotensi melakukan kekerasan, misalnya pemaksaan hingga kekerasan secara fisik. Kamu sedang membaca konten eksklusif Dapatkan free access untuk pengguna baru! Tim Dalam Artikel Ini Penulis Penikmat buku dan perjalanan
Tercatatada 10 peristiwa dalam hal ini. 1. Pembunuhan tukang ojek di Kampung Ilambet, Ilaga tanggal 9 Februari 2021. 2. Pembacokan perempuan di Kampung Juguloma, Beoga tanggal 18 Februari 2021. 3. Kontak tembak antara Paskhas dengan KKB di Bandara Amingganu tanggal 19 februari 2021.
PengertianKonflik Sosial dan Teori Kekerasan – Materi Sosiologi Kelas 11. Halo Sobat Zenius, kali ini gue akan membahas mengenai materi konflik sosial kelas 11. Sebelumnya kita udah pernah belajar bareng mengenai struktur sosial yang mengakibatkan timbulnya pengelompokan-pengelompokan dalam masyarakat. Nah, di artikel ini akan fokus membahas
SoalPilihan Ganda Tentang Disintegrasi, Integrasi, dan Reintegrasi Sosial Sebagai Upaya Pemecahan Konflik dan Kekerasan
Beberapapertanyaan penting yang saya ajukan di sini adalah: Mengapa orang bersedia melakukan aksi-aksi teror-kekerasan atas nama agama atau sebagai teroris? yang dikerjakan tentang kekerasan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan radikalisme-terorisme terdapat banyak penyebab. Faktor-faktor tersebut adalah HOleJm.
  • b1sgga88qh.pages.dev/258
  • b1sgga88qh.pages.dev/102
  • b1sgga88qh.pages.dev/537
  • b1sgga88qh.pages.dev/349
  • b1sgga88qh.pages.dev/125
  • b1sgga88qh.pages.dev/64
  • b1sgga88qh.pages.dev/412
  • b1sgga88qh.pages.dev/121
  • 10 pertanyaan tentang kekerasan