Setiapmanusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Terkadang kekurangan bagi seseorang, bisa menjadi kelebihan bagi orang lain. Review & Sinopsis Dua Garis Biru, Akibat Pergaulan Bebas. Sinopsis & Review Film Heart, Antara Cinta dan Persahabatan Membaca buku fiksi dan menonton film adalah kegiatan favoritnya di
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. By Desti SetyaniDi zaman millenial saat ini Film adalah salah satu hal yang digemari oleh remaja baik wanita ataupun menjadi salah satu hal yang wajib di tonton pada saat waktu banyak sekali film yang mengandung hal tak ini saya akan mengevaluasi tentang Film "Dua Garis Biru".Film Dua Garis Biru adalah film yang ditayangkan pada tanggal 11 Juli 2019. Film ini adalah film yang dibintangi oleh Zara Adisty dan Angga Yunanda. Pada awal muncul film ini banyak orang yang beranggapan bahwa film ini tidak layak ditayangkan,karena mengandung unsur pergaulan karena itu saya coba menonton film ini yang sudah tayang di televisi nasional indonesia dan menurut saya film ini cukup menarik. Dalam Film Dua Garis Biru ini terdapat hal positif dan hal positif dalam film ini menunjukan bahwa keluarga adalah segalanya,dimana peran seorang ibu tidak pernah bisa tergantikan oleh siapapun dan kita sebagai seorang anak harus menghormati keputusan orang tua untuk hal negatif nya mengenai cara pacaran anak zaman sekarang yang tak memberikan jarak kepada pasangannya,bukan hanya itu sebaiknya orang tua melakukan pengawasan lebih banyak terhadap anak menonton film ini saya merasa mendapat ilmu baru tentang hal yang mungkin bisa disebut dengan "sex education" yang dapat membantu saya dan orang banyak agar tidak terjerumus dalam pergaulan karena itu saya sebagai orang yang menyukai menonton film memberi saran kepada para penulis naskah film dan novelis agar membuat film dan buku yang menarik dan memiliki pesan moral yang berguna untuk anak bangsa. Lihat Film Selengkapnya
Padakali ini kita akan mereview bedah film dua garis biru, film edukasi yang menceritakan tentang kenakalan remaja. Dalam film tersebut diceritakan kenakalan remaja yang dilakukan oleh dua remaja yaitu sex bebas hingga hamil diluar nikah. Film tersebut baik untuk edukasi remaja karena berisikan penyebab, dan juga penyelesaian yang baik.
“Butuh seumur hidup untuk merencanakan dan menata hidup, dan hanya sedetik pilihan yang salah bisa meruntuhkan semuanya” hal 44 Secara umum, novel ini menceritakan tentang Dara dan Bima yang melakukan hal di luar batas. Akibatnya, mereka harus menanggung segala konsekuensinya, mulai dari berhenti sekolah hingga rencana masa depan yang terancam berantakan. Tak hanya itu, kedua orang tua mereka juga terkena imbasnya. Merasa gagal menjadi orang tua, menghadapi omongan tetangga, dan harus menelan pil pahit bahwa anak kesayangan justru menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan. Seluruh dampak nyata dari pacaran yang melebihi batas diuraikan dalam novel ini. Harapannya, orang tua dapat memberikan pendidikan seks pada putra putrinya. Remaja pun diharapkan dapat berpikir ulang tentang tindakan mereka, karena segala sesuatu akan mendatangkan banyak dampak, entah itu postif atau negatif. “Tapi Dara sadar, kebebasan juga adalah penjara. Setiap pilihan tidak bebas dari konsekuensi.” hal 25 Dua Garis Biru adalah novel yang dibuat berdasarkan skenario film yang ditulis oleh Gina S. Noer. Tentunya kamu sudah pernah mendengar film ini telah tayang dan mendapatkan komentar positif para penontonnya. Kamu sudah nonton belum? Kalau saya sih belum, hehe. Oleh karena itu, saya beli novelnya. Sepertinya saya akan lebih menikmati kisah Dara dan Bima lewat novel ketimbang film. Membaca novel ini, saya jadi teringat review dari para kritikus film. Saya pikir, seluruh komponen cerita yang ada di film dimasukkan semuanya ke dalam novel. Sebut saja strawberry, ondel-ondel, dan poster reproduksi. Tentu saja, Nik, ini kan adaptasi, hehe. Di kepala saya seperti terputar film Dua Garis Biru, versi imajinasi saya tentunya. Karakter kedua tokoh utama terasa familiar, dan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kepolosan mereka sangat tecermin dari perilaku dan dialog yang dilakukan. Sikap mereka dalam menghadapi masalah juga sesuai dengan umur mereka. Terasa sekali ketakutan mereka ketika Dara ketahuan hamil, ketika mereka berselisih paham, serta saat menghadapi berbagai tekanan dari orang tua. “Bu, maafin Bima ya. Bima berdoa, kalau Bima masuk neraka, Ibu jangan sampai ikut.” hal 180 Saya suka sekali dengan dialog yang dilontarkan setiap tokoh. Kata-katanya selalu mengena dan bermakna. Contohnya adalah dialog Bima pada ibunya yang saya kutip di atas. Betapa polos dan rasa bersalah Bima begitu mengena. Anak yang dianggap tidak pernah serius dalam melakukan berbagai hal, ternyata dapat mengatakan hal menyentuh seperti itu. Selain itu, ada beberapa sindiran yang diselipkan dalam novel ini. “Bapak Bima basa-basi. Ia tahu anaknya, dan sebagian besar anak muda di kampung itu jarang ke masjid. Mungkin hanya saat magrib.” hal 65 “Ia bahkan tidak bisa bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Bagaimana mau bertanggung jawab atas orang lain?” hal 49 “Pada saat seperti itu, biasanya Bima mencari-cari pembenaran mengapa ia merasa sekolah bukan tempat yang nyaman untuknya. Sejujurnya, Bima merasa tidak punya alasan menyenangkan lain untuk berangkat sekolah. Bisa dibilang, ia sekolah karena anak-anak lain juga melakukannya.” hal 9 Meskipun begitu, saya merasa jalannya novel ini terasa sangat cepat. Yah, Dua Garis Biru hanya setebal 208 halaman saja. Saya baca sebentar, masuk klimaks, eh kok sudah selesai aja. Andai saja kehidupan Dara dan Bima selepas mereka memutuskan untuk bersama lebih digali lagi, menurut saya akan lebih menarik. Hal itu sekaligus dapat menjadi pembelajaran pada remaja bahwa menikah bukan hal yang mudah, apalagi menjadi orang tua, bebannya bisa berkali-kali lipat. Mungkin karena novel ini ditulis berdasarkan film, sehingga isinya begitu singkat. Saya sangat memahami bila film menjadi singkat dan padat karena terbatas pada durasi. Harapan saya sih, novel ini benar-benar bisa detail. Dua Garis Biru ini bagus. Saya suka dialognya, penokohannya, amanatnya, alur ceritanya, tapi kok kurang detail saja dan terasa kilat, hehe. Kisah Dara dan Bima diakhiri dengan bijak dan realistis oleh penulis. Yah, saya memaklumi, bahwa masa depan adalah sesuatu yang sangat penting, keberadaan putra mereka juga tak kalah penting. Kedua tokoh ini telah membuat pilihan terbaik untuk masing-masing. Saya cukup puas. “Tidak ada yang paling membunuh selain rasa bersalah dan penyesalan.” hal 56 Saya pikir itu saya review saya tentang novel ini. Kalau menurut kamu bagaimana? Apakah kamu menonton filmnya saja atau novelnya saja, atau malah keduannya? Bagaimana pendapatmu? Bisa loh dituliskan di kolom komentar. Terima kasih sudah membaca. Judul Dua Garis Biru Penulis Lucia Priandarini Cetakan Pertama, 2019 Penerbit Gramedia Pustaka Utama Halaman 208 halaman ISBN 978-602-06-3186-8
DuaGaris Biru pun tegas dalam memainkan warna anak-anak mudanya. Di sepanjang film, kamu akan disuguhkan dengan warna-warna gambar yang disesuaikan dengan mood adegannya. Sebuah film drama remaja yang berkelas, ketika banyak produksi film-film lainnya yang hanya menawarkan cerita yang itu-itu saja. Official poster Dua Garis Biru (Starvision Plus)
Film merupakan media massa yang menghubungan komunikator kapada komunikan. Selain itu, film pun memliki pengaruh yang posistif maupun pengaruh negatif bagi penontonnya baik dalam jangka waktu singkat ataupun dalam jangka waktu Panjang. Film dua garis biru yang diperankan oleh para artis yang profesional sehingga dikemas dengan begitu indah. Film ini di rilis pada tanggal 27 Juni 2019 di seluruh bioskop Indonesia. Pada bulan April 2019 petisi film ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Namun, disanggah oleh produsennya bahwa film ini mengandung sisi positif. Berdasaran analisis penulis selain film ini mengandung konten dewasa yang perlu pengawasan orang tua dalam menontonnya. Film ini telah menyampaikan kepada orang tua bahwa pentingnya pendidikan seks sejak dini, peran orang tua dalam pengawasan anaknya, dan perlunya sikap tanggung jawab yang harus di tanamkan dalam diri sesorang atas masalah yang dihadapinya.
CPUnya sendiri di tenagai dengan delapan inti core, terdiri dari dua core Cortex A75 (2,0 GHz) dan enam core Cortex A55 (1,8 GHz) yang siap melibas game kekinian. Untuk melihat kemampuan dari Smartphone ini, saya sudah melakukan benchmark kepada Samsung Galaxy M32 dengan Mediatek Helio G80 nya dan juga GPU Mali-G52 MC2 kali ini.
Dua Garis BiruPERHATIAN!Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini. Dua Garis Biru adalah sebuah film drama keluarga yang sempat menuai kontroversi di tengah masyarakat tanah air. Mengangkat kisah percintaan remaja yang sering dianggap tabu. Film ini telah berhasil menarik jutaan penonton yang ada di tanah air dengan jalan ceritanya yang super relate dengan kehidupan masyarakat di era milenial seperti sekarang. Nah, apa yang membuat film karya Gina S. Noer ini begitu berbeda dengan film drama keluarga yang sudah ada? Simak review menarik dari Bacaterus tentang film Dua Garis Biru sebagai berikut. Sinopsis * Dua Garis Biru mengisahkan tentang perjalanan cinta sepasang remaja belia, Dara yang diperankan oleh Adhisty Zara atau yang lebih populer dengan nama Zara JKT48 dan Bima yang diperankan oleh aktor, Angga Aldi Yunanda. Romansa indah pasangan yang masih duduk dibangku SMA ini harus berubah kelam ketika mereka terjebak dalam sebuah perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan di usia mereka yang sangat muda. Kebahagian yang mereka jalani sebagai sepasang kekasih pun kini berubah diliputi dengan perasaan takut, kecewa dan juga bingung. Terlebih ketika Dara diketahui dalam kondisi hamil. Hingga membuat keduanya dihadapkan dalam sebuah pernikahan. Film Keluarga Sarat Edukasi * Diantara banyak film keluarga yang telah dirilis. Dua Garis Biru merupakan salah satu film yang mendapat respon cukup positif meskipun pada awal kemunculannya sempat dipenuhi pro dan kontra. Hal tersebut karena isu yang diangkat sebagai premis cerita dalam film ini masih dianggap cukup sensitif. Meskipun demikian film yang menggaet dua bintang muda yang cukup bersinar, Zara dan Angga telah berhasil menjadi salah satu film yang cukup laris. Dua Garis Biru memang bukan satu-satunya film yang mengangkat isu kehamilan remaja di bawah umur. Jauh sebelum film tersebut lahir, tema serupa pernah diangkat dalam sebuah film Hollywood terkenal yang sempat meraih piala Oscar untuk Skenario Asli terbaik berjudul "Juno", yang diperankan oleh Ellen Page dan Michael Cera pada tahun 2007 silam. Kehamilan remaja di luar nikah memang isu sosial yang kerap terjadi di berbagai belahan dunia. Sehingga tak heran bila isu tersebut sering diangkat sebagai premis dalam sebuah cerita. Dua Garis Biru sendiri merupakan salah satu film tanah air yang sukses merepresentasikan kehidupan sosial masyarakat Indonesia terkait isu tersebut. Gina selaku sutradara yang cukup berpengalaman tampak piawai dalam menyajikan film sarat edukasi tersebut secara ringan dengan menyisipkan banyak unsur filosofis dalam banyak scene serta menghadirkan dialog-dialog cerdas, lucu, dan juga menyentuh sepanjang voucher streaming Netflix, Disney+, Prime Video, Viu, dll murah di Lazada Penulis Skenario Sekaligus Sutradara Jempolan * Gina S. Noer memang bukan nama baru di industri perfilman tanah air. Ia merupakan seorang penulis skenario yang cukup produktif menghasilkan berbagai karya. Ia sendiri diketahui pernah terlibat dalam sejumlah film tanah air yang sempat meraih box office seperti Ayat-Ayat Cinta, Perempuan Berkalung Sorban, Habibie dan Ainun, serta Keluarga Cemara. Berkat keahliannya, ia sempat mengantongi penghargaan sebagai penulis skenario terbaik di Festival Film Indonesia pada tahun 2013 untuk film biografi percintaan yang cukup fenomenal "Habibie dan Ainun". Melihat kesuksesan yang telah diraihnya tersebut, tak berlebihan rasanya bila para pecinta film yang ada di tanah air menyimpan ekspektasi lebih untuk setiap karyanya yang lain.
ReviewSingkat Oppo F9 Pengalaman Pemakaian Pribadi Spesifikasi Lengkap Harga baru dan bekas serta kelebihan kekurangan fitur ponsel versi pro terbaru Shukan Bunshun Secara garis besar spesifikasi Oppo F9 menggunakan dapur pacu SoC Chipset MediaTek MT6771 Helio P60, dipadu CPU prosesor Octa-core 4x2.0 GHz Cortex-A73 & 4x2.0 GHz Cortex
Permasalahan soal pendidikan seks bagi remaja usia dini apalagi hamil di luar nikah menjadi hal yang tabu dibicarakan secara umum dan norma yang berlaku di Indonesia. Konflik yang timbul dari lazimnya dibicarakan secara internal di dalam keluarga dan menjadi bahan gosip bahkan sampai ke penghakiman di lingkungan sekitar. Dalam beberapa kejadian bahkan tak jarang pelakunya dikriminalkan dan dibawa ke ranah hukum. Kini film Dua Garis Biru dengan berani mencoba mengangkat permasalahan keluarga soal hamil di luar nikah pada anak remaja. Film produksi Starvision Plus yang ditulis dan disutradarai oleh sutradara debutan Ginatri S. Noer dan dibintangi oleh Zara JKT48, Angga Yunanda, Cut Mini, Lulu Tobing, Dwi Sasono, Rachel Amanda dan Arswendy Beningswara ini akan rilis pada tanggal 11 Juli 2019. Sinopsis Dara Zara JKT48 dan Bima Angga Yunanda adalah sepasang remaja SMA yang sedang berpacaran. Dara yang pandai dan Bima yang kurang pandai tapi jujur terlihat menggemaskan saat bersama. Semua terasa indah sampai hubungan mereka melangkah terlalu jauh yang menyebabkan Dara hamil. Perasaan berdosa yang menghinggap membuat mereka memutuskan untuk tidak menggugurkan kandungan. Orang tua mereka pun tahu dan pecahlah konflik dimana orang tua Dara Lulu Tobing & Dwi Sasono marah besar dan mengancam melaporkan Bima ke polisi dan menuntut Bima dikeluarkan dari sekolah. Orang tua Bima Cut Mini & Arswendy yang juga kecewa dan syok berusaha membela anaknya dari ancaman orang tua Dara. Konflik yang dialami dan Bima serta kedua keluarga mereka terus berlanjut sampai saat Dara menjalani kehamilan dengan berbagai refleksi dan kompromi yang dilakukan untuk menemukan solusi dari masalah tersebut. Ulasan Tangan dingin Ginatri S. Noer sudah banyak mempengaruhi berbagai film dengan konflik membumi dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Naskah film Keluarga Cemara, Posesif dan Hari Untuk Amanda yang pernah ditulis oleh Gina merupakan beberapa contoh film yang memiliki konflik yang dekat dan umum dalam kehidupan sosial di Indonesia. Dan film Dua Garis Biru diceritakan dengan eksposisi yang detail, lengkap dan penuh pesan kritis soal pentingnya edukasi seks pada remaja. Naskah yang ditulis sendiri oleh Gina dengan dibantu tim penulis Wahana Kreator milik Salman Aristo penulis naskah Laskar Pelangi & Mencari Hilal sebetulnya hanya berkutat di permasalahan Dara dan Bima serta keluarganya dalam menyikapi hamilnya Dara saja. Namun dengan presisi dan detail, naskah film ini menyorot banyak hal dalam durasi 119 menit film. Dari mulai Bima dan Dara mencoba menyelesaikan masalah sendiri, sikap masing-masing orang tua, pembahasan soal masa depan, membahas penyesalan para ibu yang merasa kurang memberikan pendidikan moral yang baik, dll. Semua dikupas dengan eksposisi yang saking emosionalnya terasa eksploitatif memancing air mata. Ini preseden yang sangat baik mengingat film bertema keluarga berpotensi memancing penonton, tetapi seakan menjadi pisau bermata dua karena membuat film terasa panjang dan berpotensi membuat penonton bosan. Dari sisi teknis, kualitas penyutradaraan Gina pun patut diacungi jempol dalam debut filmnya ini. Setiap shot terencana dengan baik dengan satu adegan yang berpotensi menjadi adegan favorit banyak pemerhati film Indonesia, yaitu adegan di UKS yang digarap layaknya seperti drama panggung dengan satu sekuens yang panjang perpaduan dari pergerakan kamera yang apik, pengarahan jempolan dan akting yang menawan. Sinematografi, editing, tata suara, desain produksi dan wardrobe semuanya bekerja maksimal dan memberikan yang terbaik dalam film ini. Acungan jempol untuk penata musik yang memilih lagu-lagu latar yang sesuai dengan mood film. Lagu Jikalau milik Naif pun berperan penting dalam beberapa adegan terutama adegan momen perdamaian antara Dara dengan ibunya. Sementara itu keputusan mendandani karakter Bima yang terlihat sawo kelewat matang patut dipertanyakan. Saya menangkap karena karakter Bima dari keluarga sederhana dan lingkungan rumahnya yang agak kumuh, tapi menjadi persoalan karena warna kulit Bima terlihat tidak konsisten di beberapa adegan. Dari sisi akting, semua pemain bermain di atas rata-rata dalam film ini. Zara Keluarga Cemara di peran besar keduanya terlihat menguasai karakter Dara, Angga Sunyi pun demikian. Tekadnya untuk bertanggung jawab terpancar dari gestur dan matanya yang terasa tulus. Keduanya merupakan aktor-aktor muda berbakat yang patut diperhatikan di masa yang akan datang. Untuk para aktor senior seperti Cut Mini Arisan, Athirah, Dwi Sasono Mengejar Mas-Mas, Sampai Ujung Dunia dan Arswendy Bening Swara Mati Anak, Pintu Terlarang rasanya tidak perlu diragukan lagi kekuatan aktingnya. Cut Mini menjadi yang paling banyak memiliki screentime menunjukkan karakter ibu Bima yang tegas sekaligus sayang pada anak-anaknya dengan sempurna. Sementara Lulu Tobing Aku Ingin Menciummu Sekali Saja dalam film comebacknya setelah lama tidak beraksi di depan kamera memberikan penampilan yang luar biasa. Emosinya nampak nyata dan tidak dibuat-buat, sebuah awal yang baik bagi Lulu untuk membangun karirnya kembali. Peran minim yang dimiliki Rachel Amanda Terlalu Tampan dan Maisha Kanna Kulari Ke Pantai pun terasa berkesan karena keduanya memiliki momen-momen yang baik dalam film. Dibalik berbagai kekurangan dan kelebihannya, sisi naskah yang detail dan penuh pesan kritis nampaknya menjadi keunggulan utama film ini dalam meraih prestasi di berbagai di ajang festival film. Dialog-dialognya banyak yang mengena seperti contohnya pertanyaan Ibu Bima kepada Bima, “Kok, bisa ya kamu begitu. Padahal setiap ada film yang ada adegan ciumannya, mata kamu ibu tutup”, atau saat Dewi Rachel Amanda memarahi Bima “Goblok! Kenapa nggak pakai kondom, nggak googling, hape cuma dipake buat main game aja sih!”. Dialog sehari-hari semacam itu tersebar di dalam film ini dan seakan menyentil’ para penonton. Kesimpulan Akhir Jauh dari kata menggurui, tidak menghakimi dan berusaha sedekat mungkin dengan kehidupan sehari-hari dalam mengangkat persoalan yang sering dianggap tabu di masyarakat, film Dua Garis Biru tampil lugas, kritis dan menyentuh dalam usahanya memberikan pesan dan kesadaran kepada penonton akan pentingnya komunikasi dalam keluarga dan pendidikan seks sejak dini kepada remaja usia sekolah. Film debut karya sutradara Ginatri S. Noer ini adalah sebuah film yang sangat penting ada di khasanah perfilman Indonesia. Note scroll / gulir ke bawah untuk melihat rating penilaian film Review Film Dua Garis Biru 2019 - Eksposisi Kritis Dan Penuh Pesan Pada Konflik Yang Tabu Di Masyarakat
ResensiNovel Komet karya Tere Liye - Komet merupakan novel ke-5 dari serial Bumi karya Tere Liye yang berhasil diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2018 lalu. Sebelum novel ini, ada novel Ceros dan Batozar yang merupakan novel ke-4 ½ dari serial Bumi, bisa dikatakan spin-off petualangan ketiga sekawan, yakni Raib, Ali, dan Seli sebelum masuk ke dalam konflik utama di
Data dari UNICEF per Juli 2018 menyebutkan bahwa 650 juta perempuan di seluruh dunia yang hidup saat ini menikah sebelum usia 18 tahun. Jumlah pernikahan dini tertinggi ada di Asia Selatan. Satu dari lima perempuan menikah sebelum usia 15 tahun dan 45% dari perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun. Angka ini sebenarnya menyedihkan. Tapi, pernahkah kita memberikannya perhatian? Pernahkah kita berpikir bagaimana cara menurunkan atau bahkan menghapuskan angka nikah dini? Isu inilah yang coba diangkat oleh Dua Garis Biru. Film ini ditulis dan disutradarai oleh Ginatri S. Noer yang telah melahirkan beberapa karya seperti Habibie dan Ainun, Ayat-ayat Cinta, dan Posesif. Ada beberapa bintang muda maupun kawakan yang membintangi Dua Garis Biru seperti Zara JKT 48, Angga Aldi Yunanda, Cut Mini, Lulu Tobing, Dwi Sasono, Ligwina Hananto, hingga Asri Welas sebagai cameo. Soundtrack-nya pun sangat indah mulai dari Biru oleh Banda Neira, Growing Up oleh Rara Sekar, dan Jikalau oleh Naif. Sebuah paduan yang sempurna. Dara dan Bima adalah pelajar kelas 3 SMA yang sebentar lagi akan melaksanakan Ujian Nasional. Sepasang kekasih ini berada di kelas yang sama bahkan duduk sebangku. Dara yang pintar berasal dari keluarga berkecukupan. Bima yang nilainya selalu jelek berasal dari keluarga tidak mampu. Perbedaan latar belakang tidak menjadikan hubungan mereka canggung. Seperti layaknya dua remaja yang dimabuk cinta monyet, Dara dan Bima selalu menghabiskan waktu bersama hingga akhirnya hubungan sex di luar nikah itu terjadi. Mereka sempat berada di fase denial dan saling mendiamkan. Baik Dara maupun Bima sama-sama takut dengan kondisi yang tidak mereka harapkan. Apalagi Dara adalah anak berprestasi yang dipercaya dengan baik oleh kedua orangtuanya. Namun Bima menenangkan dengan mengatakan orangtua pun memiliki batasan dalam merasakan malu maupun marah. Orangtua mereka pasti memihak mereka. Dara dan Bima berpikir terlalu positif karena menganggap orangtua mereka akan maklum. Namun kondisi selanjutnya tidak mereka duga. Inilah titik balik dari hubungan maupun masa depan mereka. Dara dikeluarkan dari sekolah karena dianggap membuat malu. Orangtua Dara merasa sekolah tidak adil karena Bima tetap dibiarkan menuntut ilmu. Orangtua Bima membela anaknya dengan mengatakan bila Bima tidak berpendidikan, bagaimana ia akan jadi ayah di masa depan? Ini adalah sesuatu yang jamak kita temukan pada kasus hamil di usia dini maupun pernikahan dini. Perempuan seperti disuruh menanggung bebannya sendiri. Padahal perempuan juga sama berhaknya untuk tetap berpendidikan meski dalam kondisi hamil. Dua Garis Biru tak hanya berhasil menyajikan kenyataan pahit mengenai isu hamil di luar nikah dan pernikahan usia dini. Film ini juga mengangkat isu soal kesetaraan gender, hubungan antara orangtua dan anak, serta betapa tak sederhananya cinta itu dijalani. Bima mungkin berjanji untuk tidak meninggalkan Dara. Tapi dengan mudahnya janji itu ia ingkari. Ia justru menunjukkan bahwa ia bukan orang yang tepat untuk menjadi suami apalagi seorang ayah di usia begitu muda. Ia menguatkan fakta bahwa pernikahan dan kehamilan memang bukan untuk anak seusianya. Sebaliknya Dara adalah gambaran kebanyakan perempuan dalam kasus hamil di luar nikah maupun pernikahan usia dini. Jangan bicara jauh-jauh soal stigma sosial. Tapi mari kita bahas kondisi Dara secara personal. Kehamilan di usia Dara berisiko tinggi dan rentan keguguran. Ia terus ketakutan apakah impiannya untuk kuliah di Korea akan tercapai. Ingin sekolah, tapi hanya bisa di rumah. Perubahan tubuhnya yang drastis membuatnya syok. ASI yang merembes tiba-tiba padahal waktu melahirkan masih lama hingga perut yang sering kram tentu menganggunya. Walau Dara kuat dan bertekad memertahankan kehamilan, ada masa ia merasa sangat down. Apalagi kata-kata Bima yang menusuk Dara bahwa ia menggunakan air mata sebagai senjata. Angga Yunanda & Zara JKT48 Starvision Harus diakui, yang menjadikan naskah dari film ini brilian tak hanya konflik soal Dara dan Bima semata. Bagaimana orangtua Dara dan Bima belajar untuk menerima kenyataan perlahan-lahan pun sangat menarik dinikmati. Ibunya Dara mengalami fase denial yang jauh lebih lama. Hubungannya dengan Dara hancur berkali-kali meski berhasil diperbaiki. Sebagai seorang ibu, ia merasa terpojok. Di satu sisi ingin menyelamatkan Dara agar tidak merasakan kesulitan tetapi di sisi lain ia justru tidak menghargai keputusan Dara dan Bima. Begitu pula ibunya Bima yang syok. Meski ia tak berharap mendapatkan cucu di usia putranya yang begitu muda, ia bersikeras memertahankan anak itu. Ligwina Hananto yang sebenarnya adalah seorang perencana keuangan ternyata juga mampu berakting dengan sangat baik sebagai seorang dokter kandungan. Caranya menjelaskan kondisi kehamilan Dara adalah salah satu konten edukasi sex yang sangat penting disimak. Tutur katanya tak menggurui dan justru sedikit menggelitik. Ini karena akhir-akhir ini Ligwina menjajal profesi stand up comedy. Ia berhasil menjelaskan konten edukasi sex dalam Dua Garis Biru tanpa membuat penonton merasa jenuh ataupun bingung. Dua Garis Biru tak hanya berhasil mengangkat topik yang dianggap tabu oleh banyak orang tetapi juga membuka mata kita betapa pentingnya isu ini dibicarakan. Ketika orangtua membesarkan anaknya, bukan hanya soal apakah ia sehat atau rajin belajar saja yang penting. Menanyakan apakah ia sudah beribadah atau belum juga tidak cukup. Selain pendidikan di sekolah maupun pendidikan agama di rumah, sudah sepatutnya orangtua juga membicarakan edukasi sex. Anak-anak tak hanya perlu tahu apa bedanya lelaki dan perempuan dari organ reproduksinya saja. Mereka juga harus tahu bahwa tubuh mereka belum siap memiliki bayi dan ancamannya adalah nyawa. Tetapi ini bukan cuma urusan orangtua yang memiliki anak-anak saja. Kita semua bertanggung jawab terhadap generasi muda kita. Kita harus mendorong edukasi sex di ruang publik dan membicarakan hal-hal yang tabu agar isu ini tak tenggelam tanpa jalan keluar. Walaupun ending film ini bukanlah jenis happily ever after yang disukai oleh publik, sebenarnya ini ending terbaik yang bisa diambil. Ending dari Dua Garis Biru akan mengajarkan pada kita semua bahwa masa depan seorang perempuan tak harus berhenti atau hancur hanya karena ia memiliki bayi. Dua Garis Biru memberikan harapan kepada perempuan-perempuan di luar sana yang ada di posisi Dara untuk melanjutkan hidupnya dan menjadi versi terbaik dirinya. Masih ada kesempatan kedua dari kehancuran yang sempat ia jalani.
dpQNe. b1sgga88qh.pages.dev/380b1sgga88qh.pages.dev/147b1sgga88qh.pages.dev/478b1sgga88qh.pages.dev/53b1sgga88qh.pages.dev/330b1sgga88qh.pages.dev/16b1sgga88qh.pages.dev/303b1sgga88qh.pages.dev/406
kelebihan dan kekurangan film dua garis biru